AMANAH ALLAH
Prof. Dr. Syafiq Mughni, MA.
Kajian Ahad Pagi Fastabiqul Khairat 28 April 2013
Kajian Ahad Pagi Fastabiqul Khairat 28 April 2013
Manusia adalah makhluk yang
istimewa dibanding makhluk Allah lainnya. Allah SWT menyatakan bahwa manusia
diciptakan dalam struktur yang terbaik bukan hanya dalam jasmani tetapi
lebih-lebih dalam hal ruhaninya (laqad
khalaqnal insana fi ahsani taqwim). Dalam hal ruhani inilah Allah
memberikan kelengkapan akal fikiran, perasaan dan kesadaran sebagai makhluk.
Marilah kita renungkan kabar dari
Allah yang disampaikan dalam al-Qur’an. Ketika akan menciptakan manusia, Allah
SWT berdialog dengan malaikat (inni
jailun fil ardli khalifah). Sekalipun pada awalnya merasa keberatan,
akhirnya malaikat tuntuk pada kemauan Allah. Dalam ayat yang lain disebutkan
bahwa pada suatu ketika, pada alamul
mitsal, Allah SWT bertanya kepada manudia, “apakah Aku bukan tuhanmu?,” alastu birabbikum, manusia menjawab, “qalu bala syahidna,” ya, betul kami
bersaksi Engkau tuhan kami. Allah juga pernah menawarkan amanah kepada langit,
bumi dan gunung-gunung. Semua menolak, dan kemudian manusialah yang siap
mengemban amanah itu. Ini semua menunjukkan kedudukan manusia yang tinggi dan
semua peristiwa itu terjadi pada awal penciptaan manusia. Namun demikian, tidak
seluruh manusia dalam perjalanan hidupnya mampu mempertahankan kedudukan itu,
sebagaimana dikatakan oleh Allah SWT, “ tsumma
radadnahu asfala safilin,” (kemudian Kami kembalikan manusia kepada
kedudukan yang paling rendah.” Kegagalan iu disebabkan oleh manusia yang suka
bersikap dlalim dan bodoh (innahu kana
dhaluman jahula).
Manusia diberikan amanah oleh
Allah SWT dengan dua posisi, yakni sebagai hamba dan khalifah, Sebagai hamba,
kewajibannya adalah menyembah Allah (liya’budun)
dan sebagai khalifah (ihsan/islah).
Kewajibannya adalah mengatur kehidupan di dunia ini agar terwujud kehidupan yang
aman, makmur dan dilimpahi keampunan-Nya. Karena itu, kita semua wajib untuk
selalu mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah-ibadah dan pada saat yang
sama beramal sebanyak-banyaknya (aktsaru
amala) dan sebaik-baiknya (ahsanu
amala). Amal yang baik adalah amal yang didorong oleh keikhlasan untuk
mendapatkan ridla Allah SWT, dilaksanakan dengan cara yang terbaik (ihsan), dan memberikan manfaat yang
seluas-luasnya.
Salah satu prinsip dari amal kita
dalam rangka melaksanakan anamah sebagai khalifah ialah membangun hubungan
antarmanusia. Terhadap sesama Muslim, kewajiban kita adalah membangun ukhuwwah.
Kita telah menyaksikan kenyataan bahwa perbedaan itu selalu ada dan tidak
mungkin hilang sama sekali. Kita telah belajar dari sejarah tentang adanya
mazhab-mazhab (dalam fikih) dan firqah-firqah (aliran kepercayaan). Perbedaan
itu sebagiannya muncul karena hasil ijtihad dan juga karena sikap politik. Yang
penting bagi umat Islam ialah menyikapi perbedaan itu secara wajar dengan tetap
mempertahankan semangat ukhuwwah dan menjauhkan permusuhan (‘adawah) atau saling membenci (baghdla’). Terhadap orang-orang kafir
pun, Allah SWT mengharuskan kita untuk berhubungan baik dengan prinsip lakum dinukum wa liyadin (bagimu
agamamu, dan bagiku agamaku). Juga terhadap mereka, kewajiban kita adalah
mengajak untuk masuk Islam dengan cara-cara yang efektif, misalnya dengan
menunjukkan keunggulan Islam. Mereka harus mengetahui keunggulan Islam melalui
cara hidup yang unggul dan meyebarluaskan ajaran Islam.
Dalam kehidupan sekarang ini,
keunggulan Islam harus ditunjukkan dengan sikap kita yang mulya terhadap
seluruh makhluk ciptaan Allah (rahmatan
lil alamin). Sayangnya kesadaran kita masih terbatas; kita belum banyak
berbuat untuk menjadi rahmat bagi hewan, misalnya. Padahal banyak sekali hadits
Nabi yang mengharuskan kita menyayangi binatang, sehingga dikisahkan tentang
seorang pelacur yang masuk surga karena memberi minum anjing yang kehausan.
Padahal di tengah-tengah kita sudah banyak gerakan penyayang binatang. Demikian
juga terhadap lingkungan, kita harus menjaganya supaya tidak membawa malapetaka
(dhaharal fasadu fil barri wal bahri bima
kasabat aidinnas).
Pendek kata, kedudukan manusia
yang istimewa mengharuskan tanggung jawab untuk menunaikan amanah sebagai hamba
dan khalifah sekaligus, untuk menata kehidupan manusia sesuai dengan ajaran
Islam. Kita wajib selalu membangun ukhuwah di tengah-tengah perbedaan dan tiada
henti untuk berdakwah dengan hikmah
(strategi/kebijakan publik), mau’idlah
(anjuran/seruan moral) dan mujadalah
(diskusi/kekuatan logika). Kita akan memperoleh kejayaan di dunia dan
keselamatan di akherat jika kita berjuang sesacara sunguh-sungguh melaksanakan
amanah itu.
PAPFastabiqul
khoirot, Ahad, 28 April 2013
No comments:
Post a Comment